Simulasi Mading

“ Tekad kami telah bulat, langkah kami tak akan mundur. Karena kami telah membuat komitmen bahwa tahun ini SMAK Karitas III akan berpartisipasi dalam Espresso Deteksi Con 2k8”

Nama SMAK Karitas III Surabaya mungkin belum begitu popular di kompetisi madding yang diadakan Deteksi setiap tahun ini. Karena selama ini dari berbagai jenis lomba yang diadakan, SMAK Karitas III hanya pernah mengikuti kompetisi Jurnalis dan custom shoes. Namun, di tahun 2008 kami telah membulatkan tekad untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam Espresso Deteksi Con 2k8. Ini pertama kalinya kami mengikuti hampir semua kompetisi yang diadakan pada tanggal 21 – 30 Noveber 2008, dan tak sedikit rintangan yang menghadang. Namun semua itu tak menciutkan nyali kami karena yakin bahwa Tuhan akan selalu melindungi setiap langkah anak – anaknya. Dari 8 kompetisi yang diperuntukan bagi tingkat SMA, kami mengikuti 7 kompetisi antara lain Mading 2D, mading gerak, kompetisi jurnalis, kompetisi model, kompetisi band, custom shoes, dan OZ deteksi challenge. Sebenarnya persiapan untuk mengikuti 7 kompetisi ini telah diadakan mulai awal September, dan setelah selesai mendaftar pada tanggal 29 September 2008, para peserta Mading 2D dan gerak, jurnalis, Custom shoes dan OZ yang tidak mudik berkumpul di sekolah. Pada pukul 10 pagi semuanya telah berkumpul. Mereka terlihat sibuk dengan kegiatan masing – masing. Tim mading 2D dan gerak mengadakan simulasi madding, tim custom shoes terlihat sibuk menggambar sketsa sepatu yang akan dimodifikasi, peserta OZ melengkapi formulir pendaftaran sedangkan peserta jurnalis memperbaiki essai yang akan dikirimkan ke Deteksi sebagai salah satu persyaratan mengikuti Jurnalist Blog Competition.

Tim madding terlihat membuat simulasi untuk mading 2D di hari pertama simulasi mading ini. Mereka membuat replika madding dalam ukuran yang mini. Mereka tak nampak kelelahan, semua anak nampak bersemangat bekerja. Irene, Ketua OSIS SMAK Karitas III nampak terlihat sedang bekerja bersama tim mading. Sebenarnya membuat madding bukan hal baru bagi Irene, pada saat di SMP, Irene dan Irish kembarannya pernah 2 kali mengikuti kompetisi mading on the spot (kompetisi mading untuk tinkat SMP) di Deteksi madding 2k5 dan Deteksi madding 2k6. Selama itu pula mereka mendapat gelar top ten. Dan pengalaman tersebut menjadi bekal yang pastinya berguna dalam mengikuti kompetisi mading 2D dan gerak tahun ini. Ketika pukul 12.00 simulasi hari pertama itupun diakhiri.

Esoknya pukul 09.00 sebuah sepeda motor bewarna merah memasuki halaman SMAK Karitas III. Setelah memarkirkan motor dan melepas helm, pengemudinya yang trnyata Jang – Jang siswa kelas XII IPA memilih duduk sambil menunggu yang lain datang. Kurang lebih 30 menit kemudian sebagian besar tim mading, jurnalis, custom shoes dan model terlihat telah datang, beberapa menit kemudian Pak Kusnan dan Pak David datang. Simulasi mading hari kedua pun dimulai. Hari ini tim madding membuat simulasi mading gerak. Tema sudah ditentukan dan bahan serta alat telah disiapkan. Masing – masing anggota tim pun mengerjakan tugas masing – masing supaya lebih cepat selesai.

Di sela – sela mengerjakan mading, pak Kus memanggil semua anak dan mengajukan beberapa pertanyaan tentang banyak hal. Setelah selesai menjawab pertanyaan semuanya kembali bekerja. Hari ini memang terasa sedikit berbeda, karena hadirnya Jovita, Leni.O dan juga Rosi yang akan mengikuti kompetisi model deteksi. Ketiga cewek cantik itu dibimbing oleh Pak Kus. Mereka diberi pembelajaran tentang banyak hal. Sekitar pukul 12.00 beberapa anak pulang. Namun beberapa meneruskan pergi wawancara untuk mencari bahan artikel mading 2D di Jl.Balongsari hingga sekitar puluk 15.00

Perjuangan persiapan untuk mengikuti Espresso Deteksi Con 2k8 yang dilakukan oleh SMAK Karitas III masih akan terus berlanjut, karena kami telah bertekad agar sekolah kami dapat menang. Dan simulasi mading ini merupakan awal dari sebuh cerita dan kami berharap cerita ini memiliki akhir yang bahagia.

Oleh:
Camelia A.R

IBUKOTA LEBIH KEJAM DARIPADA IBU TIRI

Banyak orang yang mengetahui jika lebaran, kota besar seperti Jakarta akan menjadi sepi, disebabkan oleh para penduduknya yang mudik ke daerah asal. Namun ada yang berbanding terbalik, banyak orang dari kampung yang datang ke ibukota dengan harapan dapat memperbaiki nasibnya. ada perkataan "ibukota lebih kejam daripada ibu tiri" dan perumpamaan itu ada benarnya juga. Para pendatang menganggap bila mereka datang ke Jakarta, dapat merubah nasib mereka menjadi tak miskin lagi bahkan menjadi orang kaya. Pada kenyataannya bukan jadi orang kaya, mereka menjadi lebih miskin di Jakarta karena kurangnya kemampuan dan juga tidak memiliki ijazah. Banyak diantara mereka akhirnya menjadi pengemis, pengasong, pengamen atau sebagai pembantu rumah tangga.

Banyak cara yang dilakukan oleh para pengungsi untuk mendapat belas kasihan orang lain. Ada yang menggendong anak kecil, memakai baju kumal, berpakaian seperti banci ataupun berpura - pura menjadi orang cacat. Namun sekarang sering diadakan razia untuk memindahkan para pengemis tersebut ke panti sosial. Menurut data tahun 2004 jumlah "gepeng" di Jakarta terdapat 6884 orng yang terdiri dari 49 % pengemis, 35 % pengasong dan pengamen, dan 16 % tidak jelas. Maman Achdiyat, sebagai kadis bina mental dan kesos mengatakan "Kami akan terus berusaha menghilangkan para pengemis, pengamen dan juga gelandangan karena kami ingin pemandangan di Jakarta menjadi lebih indah".

oleh:
Camelia A.R

Fenomena Pendidikan Saat Kini

Setiap orang tua pasti menginginkan buah hati mereka mendapat pendidikan yang terbaik. Ada orang tua yang mengidam – idamkan anaknya dapat menuntut ilmu di sekolah negri, namun ada juga yang lebih menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Dahulu, banyak yang beranggapan sekolah Negri jauh lebih baik daripada sekolah swasta, karena sekolah swasta dianggap sebagai ”buangan” sekolah Negri. Namun seiring berjalannya waktu semua itu tak terbukti. Tak jarang sekolah swasta dapat mengungguli sekolah negeri dalam beberapa kompetisi, baik dibidang akademis maupun non akademis. Namun bila akan masuk ke sekolah swasta, pasti yang terutama harus disiapkan adalah ”uang”. Karena hampir kebanyakan sekolah swasta mengutamakan meteri yang jumlahnya tak sedikit. Uang sekolah yang mahal, belum lagi uang gedung, uang kegiatan dan sumbangan-sumbangan lainnya. Di tahun 2008 ini, sekolah swasta di Surabaya seperti menjamur. Mulai dari sekolah swasta dengan uang sekolah dengan uang sekolah ratusan ribu hingga jutaan per bulan, Dari yang hanya memakai 1 kipas angin hingga yang memakai 3 ac pada setiap ruang kelasnya. Seperti sebuah SMA swasta bertaraf Internasional di salah satu kawasan perumahan elit di Surabaya Barat, uang gedung yang harus dibayar calon siswanya mencapai berpuluh – puluh juta. Uang sekolahnya rata – rata Rp. 3.000.000,00 per bulannya. Itu belum termasuk biaya buku pelajaran, seragam, dan masih banyak biaya tambahan yang lain. Sungguh miris melihat uang berjuta – juta yang dengan gampang dibayarkan oleh mereka yang punya banyak uang, namun di luar sana masih banyak anak yang harus meminta – minta uang di lampu merah di bawah terik matahari hanya untuk mendapatkan sesuap nasi, beberapa di antara mereka harus melupakan keinginan untuk dapat bersekolah. Sebut saja Budi, setiap pagi ia sudah harus membawa karung di punggungnya dan mulai mencari barang – barang bekas yang dapat dijual kembali, siangnya ia pergi ke komplek sekolah Karitas III dan mencari gelas air kemasan bekas. Sorenya ia mengamen di lampu merah Bon Ami, Darmo permai. Terkadang ia iri melihat anak yang memakai seragam. Sering terpikirkan mengapa ia tidak bisa bersekolah seperti anak – anak yang lain padahal ia sudah bekerja keras membantu orang tuanya. Namun semua hal itu harus ia singkirkan jauh – jauh karena bila terus menyesali nasib, ia tak akan pernah maju.

Walaupun pemerintah telah memberikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan adanya sekolah Negeri yang muridnya dibebaskan dari uang sekolah, namun itu belum menyelesaikan masalah karen walaupun tidak membayar uang sekolah, para orang tua terkadang tak mampu membayar uang seragam, buku pelajaran dan juga uang saku. Semua ini adalah sebuah Fenomena yang terkadang tak disadari, namun hal ini penting karena generasi muda adalah Bangsa Indonesia.

Oleh:
Camelia A.R